Jumat, 12 Agustus 2016

Klasifikasi Batu Kapur dan Pemanfaatan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Batu Kapur atau calcium carbonate (CaCO3) terbentuk lebih dari dari 30 sampai 500 Juta Tahun yang lalu, yang berasal dari kerang, karang, ikan purba dan kalsium yang mengendap dari dasar laut membentuk lapisan dari batuan kapur. Tekanan dan panas dari Bumi selama Jutaan Tahun dapat memadatkan dan mengkristalkan hal diatas menjadi batuan kapur, dimana tekanan yang lebih ekstrim akan membatuk marmer.  Batuan kapur (Limestone) dapat berubah menjadi “kapur reaktif” apabila mendapatkan pemanasan sampai 900ᵒC, yang apabila dicampur dengan air membentuk reaksi kimia menjadi Calcium Hidrokside (Ca(OH)2) an apabila mengering akan kembali ke bentuk batu aslinya.
Penggunaan kapur ini pertama kali ditemukan lebih dari 7.000 Tahun yang lalu untuk membuat patung-patung dan selain itu digunakan untuk memperhalus dinding bangunan mereka. Orang Mesir lebih dari 4.500 Tahun yang lalu menggunakan kapur mortar plester dinding dalam Piramida dan juga gedung-gedung mereka. Bangsa Yunani dan Romawi mengembangkan penggunaan kapur sebagai mortar pasangan bata serta plester pada proses finishing dinding mereka. Kemajuan terbesar mereka dalam konstruksi ketika mereka menemukan cara untuk membuat beton. Mereka masih belum menemukan semen modern tapi dengan menggabungkan kapur dan pasir pozzolanic dari gunung Vesuvius dan batu marmer mereka mampu menciptakan “Beton Romawi” dan struktur yang mereka buat bertahan lebih dari 2.200 Tahun.
“The great arches of the Aqueducts” sangat akurat dan kuat dengan menggunakan “beton Romawi” dan kapur internal yang membawa air dengan gravitasi ke Roma dan kota lain. The Pantheon di Roma dibangun pada Tahun 126 dengan luas 43m. Telah selamat dari gempa bumi, cuaca dan perang berkat sistem “Beton Romawi”. Struktur yang luar biasa bahkan untuk jaman sekarang.  Bangsa Romawi membangun jalan dan struktur hebat lainnya seperti Coliseum yang masih ada saat ini menggunakan “Beton Romawi”. Sayangnya budaya baik itu tidak dilanjutkan oleh Pemerintah yang mengambil alih, setelah jatuhnya kekaisaran Romawi karena tidak memiliki keterampilan teknik yang sama.  Selama lebih dari 1.000 Tahun tidak ada perkembangan rekayasa dan bangunan yang signifikan setelah zaman Romawi. Banyak budaya memiliki sejarah dalm hal penggunaan kapur untuk pasangan bata dan plester, sepertiMezquita di Spanyol, The great Wall of China, Katedral di Eropa, kuil-kuil Maya dan banyak lagi.
Pada Tahun 1824 seorang tukang pasang bata dari Inggris, Joseph Aspdin, mengembangkan Portland Cement, nama itu diambil karena kesamaan warna yang mirip dengan batu dari Portland, Inggris. Hal ini merupakan awal dari perkembangan modern era bangunan beton dan mortar menggunakan semen menggantikan kapur sebagai pengikat utama.  Semen Portland membutuhkan panas lebih dari 1.500ᵒC. semen akan cepat keras dan mejadi kuat dalam hitungan jam dibandingkan dengan kapur yang membutuhkan waktu berminggu-minggu.
Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian dll. Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang.
Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Kalsium karbonat (CaCO3) dengan kemurnian dan kehalusan yang tinggi banyak diperlukan dalam industri tapal gigi, cat, farmasi, kosmetik, karet, kertas, dan lain lain, baik sebagai   bahan   dasar   maupun   bahan   penolong.  
Untuk   kebutuhan   itu,   Indonesia   masih mendatangkan CaCO3 dari luar negeri. Umumnya bahan itu dibuat secara kimia dari suspensi kapur padam dan gas karbon dioksida. Di Indonesia banyak terdapat batu kapur atau marmer yang berupa serpihan atau butir kecil yang dibuang sia sia. Di samping itu, gas CO2 juga banyak yang belum dimanfaatkan. Pembuangan  kedua jenis bahan itu dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, kalau serbuk limbah marmer disuspensikan dalam  air dan direaksikan dengan CO2 akan diperoleh Ca(HCO) yang tidak banyak tercampur zat pengotor. Selanjutnya Ca(HCO3)2 mudah berubah menjadi CaCO3 murni. Pada penelitan ini akan direaksikan suspensi batu kapur dan gas CO2 seperti pembentukan stalakmit dan stalaktit di alam Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian dll.
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3).
Kalsium karbonat (CaCO3) dengan kemurnian dan kehalusan yang tinggi banyak diperlukan dalam industri tapal gigi, cat, farmasi, kosmetik, karet, kertas, dan lain lain, baik sebagai   bahan   dasar   maupun   bahan   penolong.   Untuk   kebutuhan   itu,   Indonesia   masih mendatangkan CaCO3 dari luar negeri. Umumnya bahan itu dibuat secara kimia dari suspensi kapur padam dan gas karbon dioksid. Di Indonesia banyak terdapat batu kapur atau marmer yang berupa serpihan atau butir kecil yang dibuang sia sia. Di samping itu, gas CO2 juga banyak yang belum dimanfaatkan. Pembuangan  kedua jenis bahan itu dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, kalau serbuk limbah marmer disuspensikan dalam  air dan direaksikan dengan CO2 akan diperoleh Ca(HCO) yang tidak banyak tercampur zat pengotor. Selanjutnya Ca(HCO3)2 mudah berubah menjadi CaCO3 murni. Pada penelitan ini akan direaksikan suspensi batu kapur dan gas CO2 seperti pembentukan stalakmit dan stalaktit di alam
Pada Pembahasan ini, penulis ingin membahas mengenai “Klasifikasi Batu Kapur Dan Manfaatnya Bagi Kehidupan”. Penulis berharap, pembahasan ini dapat menjadi bahan informasi bagi pembaca.

1.2.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin saya sampaikan sebagai berikut:
a.              Bagaimana mula jadi terbentuknya batu kapur?
b.             Bagaimana klasifikasi batu kapur dari berbagai acuan?
c.              Bagaimana manfaat batu kapur dalam kehidupan sehari-hari?


1.3.       Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin saya sampaikan sebagi berikut:
d.             Mengetahui mula jadi terbentuknya batu kapur.
e.              Mengetahui klasifikasi batu kapur dari berbagai acuan.
f.              Mengetahui manfaat batu kapur dalam kehidupan sehari-hari.

1.4.       Manfaat Penelitian
·                Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan informasi bagi mahasiswa untuk menambah wawasan mengenai klasifikasi kapur dan manfaat yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari.
·                Bagi Tenaga Pengajar
Sebagai salah satu referensi tambahan bagi tenaga pengajar untuk memberikan bahan ajar bagi peserta didik agar memilki pengetahuan mengenai klasifikasi kapur dan manfaatnya bagi kehidupan.
·                Bagi Penulis
Sebagai tambahan informasi mengenai kapur sebelum melaksanakan kerja praktek, sebagai syarat kurikulum mata kuliah yang sedang dilaksanakan.

1.5.       Batasan Masalah
a.              Karya tulis ini berdasarkan hasil rangkuman penulis dari berbagi sumber refensi.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.       Mula Jadi
Batu gamping adalah batuan fosfat yang sebagian besar tersusun oleh mineral kalsium karbonat (CaCo3). Bahan tambang ini biasa digunakan untuk bahan baku terutamadalam pembuatan semen abu/portland (biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester),industri keramik, obat-obatan, dll. Batugamping (limestone) merupakan batuan sedimenorganik klastik. Secara umum batugamping dikelompokkan berdasarkan mineral utama pembentuk batugamping yaitu kalsit (calcite (CaCO3)) atau dolomite (MgCa(CO3)2).Batu gamping juga dikelompokkan berdasarkan kandungan senyawa karbonat dalam batuan misalnya batugamping murni, batugamping napalan, batugamping tufan. Pengelompokkan batugamping berdasarkan grade atau kandungan karbonatnya banyak digunakan dalam kajian pedology dan edaphology
Dikenal batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang laut antara lain Coelenterata, Molusca, Protozoa, Foraminifera. Batu gamping Koral merupakan  pertumbuhan/perkembangan koloni Koral. Batu gamping klastik,merupakan hasil rombakan  jenis batu gamping non klasik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi,sedimentasi. Oleh karenanya selama proses tersebut terikut jenis mineral lain yang merupakan pengotor dan memberi warna pada batu gamping yang brsangkutan. Akibat adanya proses sortasi secara alamiah akan terbentuk pengelompokan ukuran butir. Dikenla jenis kalsidurit apabila  batu gamping tersebut fragmental, kalkarenit apabila batu gamping terebut berukuran pasir, dan kalsilutit apabila batu gamping tersebut berukuran lempung. Tingkat  pengotoran/kontaminasi oleh mineral asing berkaitan erat dengan ukuran butirnya. Pada umumnya jenis batu gamping ini dilapangan menunjukkan berlapis. Adanya perlapisan dan struktur sedimen yang lain serta adanya kontaminasi mineral tertentu yang akan memberi warna dalam beberapa hal memberikan nilai tambah setelah batu gamping tersebut terkena sentuhan teknologi.
Selain itu mata air mineral dapat pula mengendapkan batu gamping yang disebut sebagai endapan sinter kapur. Batu gamping jenis ini terjadi karena proses kimia di alam, peredaran air panas alam maka melarutlah batu gamping di bawah permukaan yang kemudian diendapkan kembali dipermukaan bumi.

Secara kimia batu gamping terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3). Di alam tidak jarang pula dijumpai batu gamping magnesium . Kadar magnesium yang tinggi mengubah batu gamping menjadi batu gamping dolomitan dengan komposisi kimia CaCO3MgCO3. Hasil  penyelidikan hingga kini meyebutkan bahwa kadar Calsium Oksida batu gamping di Jawa umumnya tinggi (CaO>50%). Selain magnesium batu gamping kerapkali tercampur dengan lempung, pasir, bahkan jenis mineral lain.
Pada umumnya batu gamping yang padat gamping yang padat dan keras mempunyai berat  jenis. Selain yang pejal (masif) dijumpai pula batu gamping yang sarang (porus). Mengenai warna dapat dikatakan bervariasi dari putih susu, abu -abu tua, coklat, merah, bahkan hitam. Semuanya disebabkan karena jumlah dan jenis pengotor yang ada. Warna kemerahan disebabkan oleh mangan, oksida besi sedang kehitaman karena zat organik. Batu gamping yang mengalami metamorfose berubah menjadi marmer.
Dibeberapa daerah berbatu gamping yang tebal lapisannya didapatkan gua atau sungai bawah tanah yang terjadinya berkaitan erat dengan kerjanya air tanah. Air hujan yang mengandung CO2 dari udara dan CO2 hasil pembusukan zat organik dipermukaan setelah meresap kedalam tanah dapat melarutkan batu gamping yang dilaluinya sepanjang rekahan. Reaksi kimia yang berlangsung adalah :
CaCO3 + 2CO2 + H2O ↔ Ca(HCO3 )2 + CO2
Ca(HCO3)2 larut dalam air sehingga lambat laun terjadi rongga dalam bentuk gua atau sungai bawah tanah.
Seperti dijelaskan dimuka, secara geologi batu ganoping mungkin berubah menjadi dolomitan (MgO 2,2% - 10,9%) atau dolomit (MgO > 19,9%) karena pengaruh pelindian (leaching) atau peresapan unsur magnesium dari laut kedalam batu gamping tersebut. Disamping itu dolomit juga diendapkan secara tersendiri atau bersamaan dengan batu gamping. Ada hubungan yang erat antara batu gamping dan dolomit seperti yang dikemukan oleh Pettijohn (1949).

2.2.       Proses Pembentukan Batu Kapur
Batu gamping adalah batuan sedimen yang utamanya tersusun oleh kalsium karbonat (CaCO3) dalam bentuk mineral kalsit. Di Indonesia, batu gamping sering disebut juga dengan istilah batu kapur, sedangkan istilah luarnya biasa disebut "limestone". Batu gamping paling sering terbentuk di perairan laut dangkal. Batu gamping (batu kapur) kebanyakan merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk dari akumulasi cangkang, karang, alga, dan pecahan-pecahan sisa organisme. Batu gamping juga dapat menjadi batuan sedimen kimia yang terbentuk oleh pengendapan kalsium karbonat dari air danau ataupun air laut.
Berdasarkan lokasi pembentukannya, batu kapur dibedakan menjadi 2 proses, yaitu:
1.      Pembentukan batu kapur pada lingkungan laut
Kebanyakan batugamping terbentuk di laut dangkal, tenang, dan pada perairan yang hangat. Lingkungan ini merupakan lingkungan ideal di mana organisme mampu membentuk cangkang kalsium karbonat dan skeleton sebagai sumber bahan pembentuk batugamping. Ketika organisme tersebut mati, cangkang dan skeleton mereka akan menumpuk membentuk sedimen yang selanjutnya akan terlitifikasi menjadi batugamping.


Produk sisa organisme tersebut juga dapat berkontribusi untuk pembentukan sebuah massa sedimen. Batugamping yang terbentuk dari sedimen sisa organisme dikelompokan sebagai batuan sedimen biologis. Asal biologis mereka sering terlihat oleh kehadiran fosil. Beberapa batugamping dapat terbentuk oleh pengendapan langsung kalsium karbonat dari air laut. Batugamping yang terbentuk dengan cara ini dikelompokan sebagai batuan sedimen kimia. Batugamping yang terbentuk seperti ini dianggap kurang melimpah dibandingkan batugamping biologis.
Gambar 1. Terbentuknya Kapur di Laut
2.      Pembentukan batu kapur dilokasi gua (proses evaporasi)
Batugamping juga dapat terbentuk melalui penguapan. Stalaktit, stalakmit dan formasi gua lainnya (sering disebut "speleothems") adalah contoh dari batugamping yang terbentuk melalui penguapan. Di sebuah gua, tetesan air akan merembes dari atas memasuki gua melalui rekahan ataupun ruang pori di langit-langit gua, kemudian akan menguap sebelum jatuh ke lantai gua. Ketika air menguap, setiap kalsium karbonat yang dilarutkan dalam air akan tersimpan di langit-langit gua. Seiring waktu, proses penguapan ini dapat mengakibatkan akumulasi seperti es kalsium karbonat di langit-langit gua, deposit ini dikenal sebagai stalaktit. Jika tetesan jatuh ke lantai dan menguap serta tumbuh/berkembang ke atas (dari lantai gua) depositnya disebut dengan stalakmit. Batu gamping yang


membentuk formasi gua ini dikenal sebagai "travertine" dan masuk dalam kelompok batuan sedimen kimia.
Gambar 2. Proses Terbentuknya Kapur di Gua

2.3.       Klasifikasi Batu Kapur
a.       Klasifikasi Batu Kapur Menurut Dunham (1962)
Batu gamping termasuk  batuan sedimen.Batu gamping ini dapat diklasifikasikansalah satunya adalah klasifikasi dunham yang membahas tentang pembagian batugamping. Klasifikasi Dunham (1962) ini dilihat secara megaskopis yang mana diamengamati indikasi adanya pengendapan batugamping yang ditunjukkan oleh tekstur hasil pengendapan yaitu limemud (nikrit) semakin sedikit nikrit semakin besar energi yang mempengaruhi pengendapannya.
Menurut Dunham, batu gamping terbagi atas:
1.      Mud Stone
Batuan ini termasuk dalam jenis batuan sedimen non klastik dengan warna segar putih abu-abu dan warna lapuknya adalah putih kecoklatan. Batuan ini bertekstur Non klastik dengan komposisi kimia karbonat dan strukturnya pun tidak berlapis. Salah satu contoh dari batuan karbonat adalah kalsilutit ( Grabau ) atau Munstone ( Dunham ) , Batuan ini mempunyai nama yang berbeda, karena dari klasifikasi yang digunakan dengan interprestasi yang berbeda, batuan ini dinamakan kalsilutit, karena batuan ini merupakan batuan karbonatdan menurut klasifikasi dunham nama dari batuan ini adalah mudstone, karena batuan inimempunyai kesan butiran kurang dari 10 % dan pada batuan ini tidak ditemukan adanya fosil.Tekstur dari batuan ini adalah non kristalin, karena mineralnya penyusunnya tidak  berbentuk kristal, dengan memperhatikan tekstur batuan ini dapat disimpulkan bahwa batuanini terbentuk dari adanya pelarutan batuan asal yang merupakan material–material penyuplai terbentuknya batuan ini adapun batuan asal dari batuan ini adalah seperti pelarutan terumbu karang.


Selain itu, proses keterbentukan batuan ini adalah pengerusan gamping yang telah adamisalnya penghancuran terumbu karang, oleh gelombang, atau dari pengendapan langsungsecara kimia air laut yang ke lewat jenuh akan CaCO3. Proses litifikasi dari batuan inimelibatkan pelarutan mineral- mineral karbonat yang stabil maupun yang tidak stabil, dalam pengertian luas diagnesa meliputi perubahan mineralogi, tekstur kemas dan geokimia sedimendan temperature serta tekanan yang rendah. Litifikasi sedimen karbonat dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap, maupun yang masih berada didalam laut, proses terbentuknya batuan in berlangsung perlahan dan bertingkat, dimana batas antara tingkatan tidak jelas , bahkan dapat saling melingkup, tingkatan tersebut adalah penyemenan, pelarutan pengendapan, perubahanmineralogy butir-butir dan rekristalisasi. Keterdapatan batuan ini biasanya dapat ditemukandisekitar pinggiran pantai, adapun asosiasi dari batuan ini adalah batupasir karbonatan dan packtone. Adapun kegunaan dari batuan ini adalah sebagai reservoir dalam pencarian minyak  bumi.
Gambar 3. Mudstone
2.     


Wackestone
Gambar 4. Wackestone
Wackestone adalah matriks yang didukung batuan karbonat yang mengandung lebih dari10%allochemsdalam matriks lumpur karbonat. Ini adalah bagian dariklasifikasiDunham batuan karbonat. Dalam klasifikasi banyak digunakan lain karenaFolk ,deskripsi yang setara akan, misalnya, oopelmicrite, dimana allochems yang dimaksud adala hooids dan peloids. Wackstone merupakan lumpur didukung batu kapur yangmengandung butiran karbonat lebih dari 10% (lebih besar dari 20 mikron) "mengambang" dalam matriks lumpur halus-halus kapur.

3.      Boundstone


Bounstone merupakan hubungan antar komponen tertutup yang berhubungan dengan rapat (oolite).Karbonat batuan menunjukkan tanda-tanda terikat selama pengendapan (Dunham,1962). Embry dan Klovan (1972) lebih diperluas klasifikasi boundstone atas dasar kaindari boundstone tersebut.
Gambar 5. Boundstone
Boundstone merupakan batu kapur yang terikat olehganggang, karang, atau organisme uniseluler lainnya ketika dia terbentuk. Boundstone ditemukan didaerah sekitar terumbu karang, dan daerah yang terumbu karang 2,5-3 jutatahun lalu, tapi mungkin dikelilingi lahan kering. Tergantung pada cara bahan organik telah diatur dalam sedimen ketika batu itu terbentuk dan jenis bahan organik itu, boundstone dapat diklasifikasikan sebagai framestone, bindstone, atau bafflestone.
Mereka memiliki tiga subdivisi:
o   Framestone
Organisme dari organik fosil, biasanya dalam karang laut, yang terjadi berdekatan dengan spons ini terikat oleh kerak mikroba dan pasir yangmengeras. Dan ruang antara bertahap diisi dengan pasir , sedimen, dan kristalkalsit.Dalam waktu yang lama, air surut dan struktur itu terus menerus terkenaudara, dan penyemenan alami dari padat sedimen diawetkan sisa-sisa bahanorganik sebagai fosil.


o   Bindstone:
hasil organisme yang mengikat sedimen sehingga lepas bersama-sama, ditandai dengan adanya dispersi. Yang mengikat di bindstone padaumumnya adalah ganggang, yang bersama-sama dengan lapisan lumpur dan kalsit dengan besar pori-pori yang disebabkan oleh gelembung gas yang menjaditerperangkap dalam sedimen selama pembentukan. Stromatolit, berupa gundukan fosil alga berlapis dan sedimen, yang bentuk paling umum dari bindstone. Bindstone kebanyakan berorientasi secara vertikal. Bindstone merupakan jenisyang paling banyak ditemukan dari boundstone.
o   Bafflestone:
terikat oleh sedimen berdinding tebal berupa karang berbentuk  paralel sehingga hanya sedimen halus yang melewatinya. Akibatnya, komposisi bafflestone, selain karang fosil, sebagian besar pasir alami-semen dan lumpur. Pasir ini terdiri dari kalsit homogen dan lumpur terdiri dari campuran residu tertinggal setelah lumpur karbonat yang disaring. Struktur unik dari bafflestoneyaitu terbentuk pada dan di sekitar koloni-vertikal tumbuh karang, dan karena ituterbatas pada individu kecil.
4.      Grainstone
Merupakan hubungan antar komponen-komponen tanpa lumpur sehingga sering disebut batuan karbonat bebas lumpur, yang didukung butir. Dunham(1962) , batuan ini berasal :
(1) Grainstone terbentuk pada kondisi energ iyang tinggi, butiran produktif lingkungan di mana lumpur tidak dapat terakumulasi,


(2) terdapat pada arus yang putus butir dan melewati lumpur  pada lingkungan. Grainstones mempunyai tekstur berpori dan dikenal sebagai karbonat yang terdapat pada sekitar pantai.
Gambar 6. Grainstone

5.      Packstone
Packtone merupakan lumpur, tetapi yang banyak adalah betolit. Butir-bitirnyadidukung batuan karbonat berlumpur (Dunham, 1962). Lucia (1999) dibagi packstones ke dalam lumpur yang didominasi (ruang pori total dipenuhi umpur) dan yang didominasi (beberapa ruang pori antar butir bebas darilumpur) packstones. Divisi ini adalah penting dalam memahami kualitasreservoir karena lumpur plugs ruang partikel pori. Packstones menunjukkan berbagai sifat pengendapan. Lumpur menunjukkan proses energi yang lebihrendah , sedangkan kelimpahan butir menunjukkan proses energi yang lebihtinggi . menurut Dunham (1962) asal packstones: (1) packstone berasal dariwackestones dipadatkan,
(2) berasal dari proses akibat dari infiltrasi lumpur awal atau akhir dari sebelumnya disimpan lumpur bebas sedimen,
(3) terbentuk dalam air yang tenang, atau


(4) hasil pencampuran dari berbagai lapisan sedimen. Di mana butirnya yang sangat besar, Embry dan Klovan(1971) contohnya karbonat rudstones.
Gambar 7. Sayatan Packstone


b.      Klasifikasi Batu Gamping Menurut Folk (1959)
Dasar klasifikasi Folk (1959) yang dipakai dalam membuat klasifikasi ini adalah bahwa proses pengendapan pada batuan karbonat sebanding dengan batupasir, begitu juga dengan komponen-komponen penyusun batuannya, yaitu :
§  Allochem
Analog hasil presipitasi kimia atau biokimia dengan pasir atau gravel pada batupasir. Ada empat macam allochem yang umum dijumpai yaitu intraklas, oolit, fosil dan pellet.
§  Microcrystalline calcite ooze
Analog dengan matrik pada lempung atau matrik lempung pada batupasir. Disebut juga micrite (mikrit) yang tersusun oleh butiran berukuran 1- 4 pm.
§  Sparry calcite (sparit)


Analog sebagai semen. Pada umumnya dibedakan dengan mikrit karena kenampakannya yang sangat jernih. Merupakan pengisi rongga antar pori.
Gambar 8. Klasifikasi Folk










c.       Klasifikasi Menurut Embry dan Klovan (1971)
Klasifikasi Embry & Klovan (1971) sebenarnya lebih cocok digunakan pada saat pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan lup. Berikut adalah penjelasan penggunaan klasifikasinya :
§   Merupakan pengembangan dari klasifikasi Dunham (1962).
§   Seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas didalam ukuran butir, yaitu ukuran grain >= 0,03-2 mm dan ukuran lumpur karbonat < 0,03 mm.
§   Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan membagi batu gamping menjadi 2 kelompok :
1.        Batugamping allochthon : jika komponen atau material terlihat terikat secara organis tidak selama proses deposisi (mudstone, wackestone)
2.        Batugamping autochthon : material-material yang terikat secara organis selama proses deposisi (bafflestone, bindstone, dan framestone).
§  Sangat tepat untuk mempelajari fasies terumbu dan tingkat energi pengendapan
Menurut Embry dan Klovan (1971), batu gamping diklasifikasikan menjadi:
1.      Allochthonus
Allochtonus berarti jika komponen atau material terlihat terikat secara organis tidak selama proses deposisi. Dan pada batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm sebanyak lebih dari 10%, batuan yang bersifat allochtonus oleh Embry & Klovan (1971) dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
    Matrix supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm namun masih bersifat matrix supported atau antar butiran fragmen tidak saling bersinggungan. Selanjutnya, nama batuannya adalah Mudstone (Floatsone)
    Component supported
Yaitu jika batuan mengandung material-material yang berukuran lebih dari 2 mm lebih dari 10% dan bersifat somponent supported atau antar butiran fragmennya saling bersinggungan. Selanjutnya, nama batuannya adalah Wackedstone (Rudstone)


2.      Autochtonus
Berbeda dengan allochtonus, Autochtonus merupakan material-material yang terikat secara organis selama proses deposisi. Hal ini lebih dikarenakan adanya aktivitas organisme pada saat proses deposisi sedimen yang mengakibatkan material-material terikat dan terkompaksi menjadi batuan. Berdasarkan sifat pengikat batuan oleh aktivitas organisme dibedakan menjadi 3 macam antara lain :
    By organism that acts as baffle
Oleh Embry & Klovan (1971), batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang berperan sebagai baffle atau bersifat seperti dinding yang mengikat komponen-komponen batuan yang lain. Nama batuannya adalah Bafflestone. Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat yang terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah sedimen yang jatuh pada organisme tersebut. Tekstur ini dijumpai pada daerah dengan energi sedang, batuan ini biasanya terdiri dari kerangka koral yang sedang dalam posisi tumbuh (branching and growth position of coral) dan diselimuti oleh lumpur karbonat.
    By organism that encrust and bind
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang terjebak dan terjepit selama proses deposisi. Nama batuannya adalah Bindstone.Bindstone adalah organisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya mengikat sedimen yang terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme yang seperti ini biasanya hidup dan berkembang di daerah berenergi sedang – tinggi. Batuan ini umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik seperti koral, bryozoa, dll; tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan gamping (encrustion) yang dikeluarkan oleh ganggang merah.
    By organisms that build a rigid framework
Batuan ini merupakan batuan yang material-materialnya terikat selama proses deposisi oleh perilaku organisme yang membentuk kerangka keras atau rigid framework. Oleh Embry & Klovan (1971), nama batuan ini adalahFramestone. Batuan ini tersusun atas organisme-organisme yang hidup pada daerah dengan energi tinggi sehingga tahan terhadap gelombang dan arus. Penyusun batuan ini adalah koral, bryozoa, dan ganggang dalam matriks yang kurang dari 10% atau bahkan tanpa matriks.

d.      Klasifikasi Batu Gamping Mount (1985)
Klasifikasi Mount (1985) merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki empat komponen :
1.      Silisiclastic sand (kuarsa, feldspar yang berukuran pasir),
2.      Mud campuran silt dan clay,
3.      Allochem butiran karbonat seperti pelloid, ooid, bioklas, dan intraldas yang berukuran >20 μm, dan lumpur karbonat atau mikrit (berukuran 20 μm).

Komponen-komponen tersebut suatu tetrahedral yang memiliki pembagian delapan kelas umum dari sedimen campuran. Nama-nama tiap kelas menggambarkan baik tipe butir dominan maupun komponen antitetik yang melimpah sebagai contoh : batuan yang mengandung material silisiklastik >50% berukuran pasir dengan sedikit allochem maka disebut allochemical sandstone.
Bagan 1. Klasifikasi Mount untuk penamaan batuan campuran silisiklastik- karbonat (Mount,1985)

e.       Klasifikasi Batu Gamping Plumley et al (1962)
Klasifikasi batuan karbonat menurut Plumley et al (1962) adalah klasifikasi batuan karbonat yang berdasarkan indeks energi. Indeks energi ini merupakan salah satu parameter penting di dalam menentukan lingkungan pengendapan batuan karbonat. Pembagian indeks energi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Indeks Energi I
Batuan karbonat yang diendapakan pada kondisi air laut yang tenang (quite water), dicirikan oleh kandungan lumpur karbonatnya yang dapat mencapai 50%, keadaan fosil-fosilnya masih dalam keadaan yang utuh, walaupun jarang fosil dijumpai.
2.      Indeks Energi II
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang sedikit bergelombang (intermittently agitated), dicirikan oleh kandungan lumpurnya yang kurang dari 25%, fosil-fosil yang dijumpai masih dalam jumlah yang sedikit. Dan keadaan fosilnya masih dalam keadaan yang relatif baik
3.      Indeks Energi III
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut bergelombang lemah (slightly agitated), dicirikan oleh kandungan butirannya yang dapat mencapai 50%, dan kandungan fosilnya telah menunjukkan adanya gejala abrasi.
4.      Indeks Energi IV
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang sedang (moderately agitated), dicirikan oleh kandungan butirnya yang mencapai lebih dari 50%, dan keadaan fosilnya pada umumnya telah pecah-pecah.
5.      Indeks Energi V
Batuan karbonat yang diendapkan pada kondisi air laut yang bergelombang kuat (strongly agitated), dicirikan oleh oleh kandungan lumpurnya yang kurang dari 5%, keadaan fosilnya yaitu sebagian besar telah pecah-pecah, dapat pula batuan karbonat ini tersusun oleh organisme yang tumbuh dan berkembang di tempat tersebut, seperti koloni koral, ganggang, stomatoporoid, dan lain-lain.

2.4.       Jenis-Jenis Batu Kapur
Ada banyak nama berbeda digunakan untuk batugamping. Nama-nama ini didasarkan pada bagaimana batugamping terbentuk, penampilannya (tekstur), komposisi mineral penyusunnya, dan beberapa faktor lainnya. Berikut beberapa jenis-jenis kapur berdasarkan hasil produknya:

a.       Jenis batu kapur berdasarkan proses pembentukannya:
1.      Chalk : merupakan sebuah batugamping lembut dengan tekstur yang sangat halus, biasanya berwarna putih atau abu-abu. Batuan ini terbentuk terutama dari cangkang berkapur organisme laut mikroskopis seperti foraminifera atau dari berbagai jenis ganggang laut. Batuan ini biasa digunakan sebagai bahan campuran (fluks), dibidang pertanian, Chalk digunakan untuk meningkatkan pH di tanah dengan keasaman tinggi dan sebagai antasida dalam dosis yang kecil. Selain itu, partikel-partikel yang kecil membuat zat ini sangat ideal sebagai  pembersihan (contoh: pasta gigi) dengan abrasif ringan dan sebagai polishing logam. Pada pengunaan era sebelumnya, chalk digunakan sebagai bubuk sidik jari dan bahan alat tulis papan tulis. Pada bidang kontruksi, sebagai bahan mortir penghalus bangunan.
2.      Coquina: merupakan sebuah batugamping kasar yang tersemenkan, yang tersusun oleh sisa-sisa cangkang organisme. Batuan ini sering terbentuk pada daerah pantai dimana terjadi pemisahaan fragmen cangkang dengan ukuran yang sama oleh gelombang laut. Pada era 400 tahun lalu, coquina dipakai sebagai bahan yang baik untuk membuat benteng, dikarenakan sifatnya yang lembut mengakibatkan bola meriam tenggelam didalamnya. Material ini juga digunakan sebagai paving material menjadi komponen shell atau karang fragmen, terkadang digunakan sebagai hiasan lanscape. Coquina yang mengandung fosfat dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
3.      Fossiliferous Limestone: merupakan sebuah batugamping yang mengandung banyak fosil. Batuan ini dominan tersusun atas cangkang dan skeleton fosil suatu organisme. Pada umumnya, material ini sebagai bahan referensi dan pentunjuk geologi untuk menentukan geologi pengendapan, formasi batuan atau pun jenis kegiatan biologis saat itu.
4.      Lithographic Limestone: merupakan sebuah batugamping padat dengan ukuran butir sangat halus dan sangat seragam, yang terjadi di dalam sebuah lapisan tipis membentuk permukaan sangat halus. Batuan ini merupakan asal muasal hadirnya teknik menulis litografi, yang menggunakan batu litografi sebagai medium artistiknya.
5.      Oolitic Limestone: merupakan sebuah batugamping yang terutama tersusun oleh kalsium karbonat "oolites", berbentuk bulatan kecil yang terbentuk oleh hasil presipitasi konsentris kalsium karbonat pada butir pasir atau cangkang fragmen. Material ini sangat jarang digunakan, namun beberapa bagian dapat dipoles sebagai ubin atau alas bangunan dan trotoar. Batuan ini juga dapat digunakan sebagai batu hias dalam pembuatan perhiasan.
6.      Travertine: merupakan sebuah batugamping yang terbentuk oleh presipitasi evaporasi, sering terbentuk di dalam gua, yang menghasilkan deposit seperti stalaktit, stalakmit dan flowstone. Travetine sering digunakan sebagai bahan bangunan. Bangsa Romawi menggunakan travetine sebagai bangunan candi, saluran air, monumen, kompleks mandi, amphiteater dan colosseum, bangunan terkenal di Italia juga sebagian besar dibangun dari travetine. Travetine adalah salah satu dari batu alam yang digunakan sebagai paving teras dan tanaman jalan, dan yang paling umum sebagai ukiran ubin untuk instalasi lantai.
7.      Tufa: Sebuah batu kapur yang dihasilkan oleh pengendapan air kalsium sarat dengan air panas, danau atau lokasi lainnya. Proses geotermal air panas terkadang menghasilkan  sejenis (kurang berpori) deposit karbonat travetine atau disebut sebagai meteogene travetine. Tufa saat ini dibentuk sebagai wadah tanaman. Konsitensi berpori yang membuat tufa ideal untuk perkebunan alpine. Endapan modern dan fosil tufa yang berlimpah dengan tanaman lahan basah ditandai dengan komponen macrobiological besar dan berpori dapat berguna sebagai pembentukan saluran fluvial dan pengaturan endapan fluvial

b.      Jenis-Jenis Batu Kapur Berdasarkan Mineral Pembentuknya:
1.      Batu Kapur Kalsium (CaCO3), mempunyai unsur kemurnian yang tinggi apabila unsur bahan kimia yang lain kurang dari 15 %
2.      Batu Kapur Magnesium(CaCO3MgCO3), apabila mengandung unsur magnesium karbonat diantara 5-20%.
3.      Batu Kapur Dolomite, mengandung unsur magnesium karbonat lebih dari 30% dan kurang dari 44%.
4.      Batu Kapur Hidrolis, mengandung senyawa lain lebih dari 5 % yang terdiri dari alumunium,besi dan silika.
5.      Batu Kapur Mergel, merupakan batu kapur campuran dengan tanah liat.
6.      Batu Kapur padar dan marmer, merupakan batu kapur yang mengandung beberapa unsur senyawa yang mengalami metamorf.





c.       Jenis-Jenis Batu Kapur Berdasarkan Hasil Produk:
1.      Kapur kalsit (CaCO3)
Terdiri dari batu kapur kalsit. Proses pembentukannya yaitu batu kapur kalsit ditumbuk (digiling) sampai kehalusan tertentu.
2.      Kapur dolomite [CaMg(CO3)2]
Terdiri dari batu kapur dolomite. Proses pembentukannya yaitu batu kapur dolomite ditumbuk (digiling) sampai kehalusan tertentu.
3.      Kapur bakar, quick lime (CaO)
Merupakan batu kapur yang dibakar sehingga terbentuk CaO.
CaCO3 + panas CaO + CO2
4.      Kapur hidrat, slaked lime [Ca(OH)2]
CaO + H2O Ca (OH)2 + panas
(di beri air) kapur hidrat

d.      Jenis-Jenis Batu Kapur Sebagai Bahan Bangunan
Sifat-sifat kapur yaitu plastis, dapat mengeras dengan cepat sehingga memberi kekuatan pengikat, mudah dikerjakan tanpa melalui proses pabrik, menghasilkan rekatan yang bagus inilah menjadi salah satu alasan pemanfaatannya sebagai bahan bangunan.
Pemanfaatan batu kapur sebagai bahan bangunan dibedakan menjadi:
1.      Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur alam yang komposisinya sebagian besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3) pada temperature diatas 900 derajat Celsius terjadi proses calsinasi dengan pelepasan gas CO2 hingga tersisa padatan CaO atau bisa juga disebut quick lime.
CaCO3 (batu kapur) —>  CaO (kapur tohor) + CO2
2.      Kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan membentuk hidrat.
CaO + Air ( H2O )     —–>  Ca (OH)2(kapur padam) + panas
3.      Kapur udara adalah.kapur padam yang diaduk dengan air setelah beberapa waktu campuran tersebut dapat mengeras di udara karena pengikatan karbon dioksida.
Ca (OH)2 +CO2        ——->  Ca CO3 + H2O
4.      Kapur hidrolis adalah kapur  padam yang diaduk dengan air setelah beberapa waktu campuran dapat mengeras baik didalam air maupun didalam udara.



2.5.       Manfaat Kapur
Kapur merupakan bahan galian startegis untuk dikembangkan, sebagai bahan pertimbangannya ialah
1.      Keterdapatan karst kapur di Indonesia yang cukup berlimpah dan keanekaragaman prototipe karst batuan karbonat yang berbeda dari setiap sebaran. Hal ini menambah nilai tambah bagi setiap daerah mengembangkan produk bahan galian semaksimal mungkin.
2.      Kapur memiliki peran penting dalam hampir seluruh sektor industri dan rumah tangga, sehingga menjadikan kapur sebagai bahan vital yang harus dikembangkan pemanfaatannya. Agar nantinya, kapur bukannya hanya sebagai bahan tambahan atapun sampingan tetapi bahan strategis untuk diolah.
3.      Kebijakan pemerintah untuk melarang ekspor bahan mentah ke luar negeri, menjadikan bahan olahan kapur yang lebih maksimal agar nantinya banyak hasil barang jadi siap pakai untuk diekspor ke luar negeri.
Beberapa manfaat kapur dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Sebagai bahan bangunan: Kapur sering dipotong menjadi blok dan lempengan dimensi tertentu untuk digunakan dalam konstruksi dan arsitektur. Hal ini digunakan untuk pemolesan batu, ubin lantai, tapak tangga, kusen jendela, dan sebagainya. Sebagai bahan lapisan atap agar tahan akan cuaca dan tahan panas. Sebagai batu hancur untuk dasar jalan dan kereta api pemberat. Hal ini digunakan sebagai agregat dalam beton. Sebagai bahan baku proses dalam kiln dengan shale hancur untuk membuat semen.
2.      Dalam bidang pertanian: Kapur memiliki peran sebagai AgLime berfungsi sebagai penetralisis unsur tanah yang mengandung asam. Apabila kalsium karbonat (CaC03) dipanaskan dengan suhu tinggi dalam kiln, produk akan menjadi pelepasan gas karbon dioksida (CO2) dan kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida adalah agen asam netralisasi kuat. Hal ini banyak digunakan sebagai agen pengobatan tanah (lebih cepat bertindak daripada aglime) di bidang pertanian dan sebagai agen asam-netralisasi oleh industri kimia.
3.      Dalam bidang peternakan : Ayam membutuhkan kalsium karbonat untuk menghasilkan kulit telur yang kuat, sehingga kalsium karbonat sering ditawarkan kepada mereka sebagai suplemen makanan dalam bentuk "bubur jagung ayam." Hal ini juga ditambahkan ke pakan dari beberapa sapi perah yang harus mengganti sejumlah besar kalsium hilang saat hewan tersebut diperah. Kapur juga digunakan untuk menghilangkan bau dan bakteri pada kandang ternak,
4.      Mine Safety: Juga dikenal sebagai "debu batu." Tumbuk kapur adalah bubuk putih yang bisa disemprotkan ke permukaan batubara terbuka di tambang bawah tanah. Lapisan ini meningkatkan pencahayaan dan mengurangi jumlah debu batubara  rilis ke udara. Hal ini dapat meningkatkan udara pada pernafasan, dan juga mengurangi bahaya ledakan yang dihasilkan oleh partikel debu batubara yang mudah terbakar di udara.
5.      Dalam bidang lingkungan: 1.Penetral limbah hasil industri. 2.Alat APAR 3.Melancarkan dan pembersih saluran pipa produk rumah tangga 4. Membantu menghilangkan karat dan kotoran pada besi. 5. Digunakan untuk remineralisasi dan meningkatkan alkalinitas air dimurnikan untuk mencegah korosi pipa dan mengembalikan tingkat nutrisi penting.
6.      Sebagai bahan energi alternatif : 1.Sebagai bahan baku alternatif energi  dengan mengandalkan energi eksoterm hasil reaksi dengan air ataupun HCl. 2.Kapur dapat dijadikan bahan bakar transportasi maupun pembangkit listrik tenaga uap. Dalam hal ini perlu adanya pengembangan kembali.
7.      Dalam berbagai bidang industri, seperti:
·           Bahan untuk menurunkan kadar sulfur
·           Bahan pembuat soda api
·           Industri pupuk
·           Pengkristal gula tepung dan gula pasir
·           Ekstraksi peleburan besi sebagai fluks kapur hancur digunakan dalam peleburan dan proses pemurnian logam lainnya. Dalam panas peleburan, kapur menggabungkan dengan kotoran dan sisa logam lainnya dari proses sebagai terak.


·           Separator (pemisah) logam mulia
·           Bahan baku semen
·           Bahan baku gelas pewarna
·           Pemutih kertas pakaian
·           Penyamak kulit
·           Campuran minuman soda
·           Farmasi
·           Bahan pembuat cat
·           Bahan keramik
·           Bahan dempul
·           Bahan lem
·           Bahan kardus
·           Lumpur Pengeboran
·           Bahan pembuatan kaca kristal, plastik, piler ban, kertas dan kabel
·           Sebagai penjernih kelapa sawit
·           Sebagai bahan pembuatan kerajinan karya seni.



BAB III
PENUTUP

3.1.       Kesimpulan
     Batu kapur (Gamping) merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian dll. Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Prose pembentukan batu kapur berdasarkan letek pembentukan dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Pembentukann batu kapur dilingkungan laut akibat proses sedimentasi binatang laut. 2. Pembentukan batu kapur di gua akibat proses evaporasi karbonat.
Klasifikasi batu kapur memiliki 5 pendapat ahli mengenai batu kapur antara lain:
1.      Klasifikasi Batu Gamping Menurut Dunham (1962)
2.      Klasifikasi Batu Gamping Menurut Folk (1959)
3.      Klasifikasi Menurut Embry dan Klovan (1971)
4.      Klasifikasi Batu Gamping Mount (1985)
5.      Klasifikasi Batu Gamping Plumley et al (1962)
Jenis-jenis batu kapur memilliki beberapa nama menurut beberapa faktor seperti:
1.      Jenis batu kapur berdasarkan proses pembentukannya
2.      Jenis-jenis batu kapur berdasarkan mineral pembentuknya
3.      Jenis-jenis batu kapur berdasarkan hasil produk
4.      Jenis-jenis batu kapur sebagai bahan bangunan
Kapur memiliki beberapa manfaat yang vital diberbagai bidang industri, hal ini menjadi langkah strategis untuk mengembangkan kapur secara maksimal agar penggunaannya nanti tidak hanya menjual barang mentah tetapi barang siap pakai.

3.2.       Saran
Penulis sangat menyarankan untuk memaksimalkan bahan galian kapur sebagai bahan galian vital yang patut dikembangkan, mengingat banyak faktor manfaat kapur dapat menjadi pertimbangan.

DAFTAR PUSTAKA

http://geology.com/sedimentaryrock/limestone//
diakses pada tanggal 09 Agustus 2016 pukul 08.00 WIB
http://dokumen.tips/documents/pembentukan-batu-gamping.html//
diakses pada tanggal 10 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB
http://batukapurlimestone.blogspot.co.id//
diakses pada tanggal 10 Agustus 2016 pukul 13.00 WIB
diakses pada tanggal 11 Agustus 2016 pukul 09.00 WIB
htttp://wiipedia.com/limestone//
diakses pada tanggal 11 Agustus 2016 pukul 18.00 WIB



4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Maaf..
    Sekalai lagi kami mengucapkan terimaksih atas postingan teori dasar tentang batuan kapur yang banyak tersebar di daerah kami. Padlarang dan Cipatat. Saya mencoba untuk mengajak siswa mempelajari batuan tersebut. terutama sejarah dan manfaatnya.
    salam dari kami.
    ektrakurikuler Science Club SMP 3 padalarang Kab.bandung Barat

    BalasHapus
  3. terimakasih kembali, postingan ini dibuat juga sebagai pembelajaran bagi saya, yang ingin saya bagikan kembali

    BalasHapus
  4. Mohon ijin admin , numpang iklan promosi yaa...

    Kami menjual aneka Kapur :
    - Kapur Aktif / Cao / Kalsium Oksida.
    - Kapur Padam / CaOH2 / Kalsium Hidroksida.
    - Kapur Tepung / CaCo3 /Kalsium Karbonat / Kapur pertanian /Kaptan .
    - Zeolite .
    - Bentonite .
    - Dolomite dll.

    Untuk informasi lebih lanjut Silahkan hubungi :

    Bpk Asep 081281774186
    085793333234

    Simpan nomor dan hubungi jika sewaktu-waktu membutuhkan.

    BalasHapus